
duniatekno.net , Jakarta - Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) WMO ) menyatakan pemanasan dan kenaikan permukaan air laut Akan membahayakan penduduk yang tinggal di daerah pantai Pasifik Barat Daya. Sekretarisan Jenderal WMO Celeste Saulo menyebutkan bahwa hal ini terjadi bersamaan dengan peningkatan suhu pada tahun 2024.
Menurut Saulo, kombinasi pemanasan dan keasinan air laut mengakibatkan dampak merugikan dalam waktu lama terhadap ekosistem dan juga sektor ekonomi yang berkaitan dengan lautan. Dia menyatakan, "Peningkatan tingkat permukaan laut adalah tantangan besar bagi semua negara kepulaun," seperti dilansir dari sumber tersebut. situs WMO, Kamis, 5 Juni 2025.
Temperatur purba untuk tahun 2024 diperkirakan berada kira-kira di angka 0,48 derajat Celsius, yang tetap lebih tinggi dibandingkan dengan nilai ratarata antara periode 1991 sampai 2020. Fenomena tersebut didorong oleh keberlangsungan Peristiwa El Nino dari tahun 2023 hingga 2024. Berbagai negara mengklaim bahwa tahun 2024 menjadi catatan tertinggi dalam hal temperatur selama masa pengamatan mereka.
Laporan WMO mengungkapkan bahwa masyarakat di Kepulauan Pasifik umumnya bertempat tinggal tidak lebih dari 500 meter dari garis pesisir. Fenomena ini telah menjadi nyata di Pulau Serua, Fiji. Desa dan area pantainya telah mengalami abrasi selama dua puluh tahun terakhir. banjir Dampak tambahan meliputi tanggul pantai yang rusak parah, pemukiman yang terendam, serta hilangnya tanaman pertanian dan lahan subur karena banjir air asin.
"Pada dua insiden yang berbeda, pulau tersebut menderita banjir parah hingga penduduknya dapat menyeberangkan diri mereka secara menyeluruh menggunakan perahu," demikian tertulis dalam salah satu bagian dari laporannya WMO.
Peningkatan suhu dan permukaan laut dipengaruhi oleh curah hujan dan angin badai. Daerah pantai selatan Australia, utara Selandia Baru, serta berbagai pulau di Pasifik sedang kekurangan air akibat rendahan tingkat hujan. Sebaliknya, beberapa wilayah seperti Malaysia, bagian utama Indonesia, utara Filipina, utara Australia, dan timur Papua New Guinea justru menerima lebih banyak hujan dari biasanya. Hal yang sama terjadi pula pada kepulauan Solomon dan selatan Selandia Baru.
Bagian dari kriosfer yang dapat diamati adalah salju dan es yang kurang umum ditemui di kebanyakan wilayah Pasifik Barat Daya. Di Indonesia, proses pelunakan glasir telah berlangsung pesat sepanjang tahun 2024. Berdasarkan data satelit, area es di bagian barat Papua mengalami penurunan mencapai 30-50% sejak tahun 2022.
"Apabila kondisi ini terus berlangsung, perkiraan menunjukkan bahwa pemecahan gletser seluruhnya akan terjadi antara tahun 2026 atau tidak lama setelahnya," demikian disebutkan dalam bagian lain dari laporannya WMO.
Pemanasan pada kulit bumi ikut berkontribusi dalam peningkatan tinggi air laut dan pergantian aliran lautan. Secara tak langsung, pemanasan ini memodifikasi rute ribut-ribut, sementara itu juga mendongkrak stratifikasi atau pengembangan lapisan dobel di samudera. Topografi dari lingkungan hidup di area perairan pun terdampak.
Banyak area perairan di bagian barat daya Samudera Pasifik mengalami dampak dari fenomena suhu air laut yang sangat tinggi selama tahun 2024. Menurut data WMO untuk bulan Januari, April, Mei, dan Juni 2024, luas daerah lautan yang terpengaruh mencapai hampir 40 juta kilometer persegi. Ini melampaui semua rekord sejak pencatatan dimulai pada 1993.
Pencairan es laut, beserta dengan pemanasan dan pengurangan oksigen di lautan, berdampak pada ekosistem, habitat, serta biodiversitas perairan. Fenomena tersebut semakin parah di kawasan Samudera Pasifik bagian barat daya.
Posting Komentar untuk "WMO: Dampak Kenaikan Air Laut Semakin Parah di Pasifik Barat Daya"