Dalam era serangan teknologi serta aliran informasi yang tak pernah surut, buah hati kita berkembang menjadi warga dunia maya sejak masih sangat muda. Mereka menyaksikan video sesuai dengan aturan mesin pengolahan data, lalu memperoleh saran musik dari sistem kecerdasan terprogram. akal imitasi , dan bahkan lokasi sekolah yang dapat dihadiri anak-anak juga terpengaruh oleh sistem evaluasi yang didasarkan pada data.
Namun ironisnya, walaupun kehidupan mereka dipenuhi dengan data, pengetahuan mereka tentang arti dari data tersebut, mekanismenya, serta implikasi sosialnya, masih sangat terbatas. Data science sering kali dilihat sebagai bidang yang hanya untuk ahli di perguruan tinggi ataupun industri teknologi. Padahal, sekaranglah waktu ideal untuk memperkenalkannya mulai dari pendidikan dasar, tidak dengan memberatkan siswa melainkan dalam bentuk yang lebih atraktif.
Kemampuan literasi data, yaitu kapabilitas dalam menginterpretasi, menyimpulkan, serta mendiskusikan informasi dengan bantuan data, tidak hanya merupakan suatu keterampilan ekstra saat ini. Ini sudah menjadi landasan utama bagi setiap individu yang ingin melaksanakan pemikiran analitis dan menentukan pilihan secara bijaksana pada masa serba digital seperti sekarang.
Meskipun demikian, memberi pengajaran tentang data di sekolah tidak berarti membanjiri otak para murid muda dengan rumus statistika ataupun sintaksis pemrograman. Hal yang diperlukan ialah metode pembelajaran yang asyik, sesuai dengan dunia mereka, serta dilakukan secara bertahap. Melalui pendekatan seperti ini, pengetahuan akan data dapat menjadi jalan penyambung, bukannya hambatan, dalam mendidik putra-putri kita.
Menghidupkan Kembali Pengetahuan Data Berdasarkan Minat Mereka

Pentingnya membuat siswa terpaku pada pelajaran ilmu data tidak hanya bergantung pada tingkat kemajuan peralatan yang digunakan, melainkan juga pada betapa relevannya materi tersebut dengan lingkungan hidup mereka. Menurut hasil penelitian oleh David Weintrop dan Rotem Israel-Fisheolson, jika kita memberikan ruang bagi anak-anak untuk memilih dataset sesuai hobi mereka—baik itu lagu-lagu populer, judul-judul video game, ataupun klub olahraga pilihan mereka—hal ini akan mendorong semangat belajar mereka menjadi lebih baik.
Program "API Can Code" merupakan sebuah contoh di mana para pelajar tak hanya mendapatkan pengetahuan mengenai API dan analisis data, tapi juga diajarkan untuk menganalisis informasi berdasarkan topik-topik yang sangat diminati oleh mereka sendiri. Misalkan saja seorang siswa dapat menyelidiki data terkait dengan artis idola mereka, lalu melalui proses tersebut belajar bagaimana melakukan query pada data, membuat visualisasinya, sampai akhirnya merumuskan pola-pola penting dalam datanya.
Data science berfungsi sebagai sarana untuk menjelajahi dunia, bukannya menjadi tujuannya sendiri. Sebagai contoh, di tingkat sekolah dasar, anak-anak dapat menghitung variasi tanaman yang ada di taman sekolah, memilah-milah warna bungan tersebut, lalu merepresentasikan hasilnya dengan diagram sederhana. Sementara itu, pada jenjang pendidikan menengah, mereka bisa melakukan survei terhadap pola asupan makanan di kafetaria atau perilaku menggunakan media sosial. Seluruh aktivitas ini merupakan cara natural bagi para pelajar untuk merintis perjalanan menuju pemahaman tentang ilmu data.
Meskipun demikian, di belakang semua kegembiraan tersebut, masih terdapat landasan konsep yang penting untuk dirancang. Para siswa harus mempelajari tahapan siklus ilmu data dengan berurutan: dimulai dari merumuskan pertanyaan, mengumpulkan data, melakukan eksplorasi serta analisis, sampai pada penyampaian hasil penemuan mereka.
Ini bukan tentang memperkenalkan statistika kompleks ke anak-anak sejak sekolah dasar, melainkan membawa konsep-konsep esensial secara bertahap dan sesuai dengan tahapan perkembangan serta pengalaman mereka. Dalam hal ini, peranan guru sangat vital; selain harus ahli pada materi yang disampaikan, para pendidik juga diharuskan mampu menjelaskan topik-topik tersebut dengan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa-siswa mereka.
Mengadaptasi Sarana dan Metode untuk Mengurangi Beban sambil Meningkatkan Rasa Kepenuhan Curiosity

Hambatan primer dalam mendidik tentang data science bagi anak-anak tidak berada di sisi kelimpahan bahan pelajaran, tetapi lebih kepada cara menyampaikan materinya.
Pada zaman modern ini, ada berbagai macam tools untuk menganalisa data, tetapi tidak semua cocok bagi para pemula. Membawa murid-murid SD langsung mempelajari cara kerja R atau Python bisa menyebabkan ketakutan dan kebingungan pada mereka. Sebaliknya, metode yang lebih visual dan intuitif seperti interface drag-and-drop ataupun pemrograman dengan blok-blok kode dapat dijadikan sebagai tahapan permulaan yang lebih mudah dalam membiasakan anak-anak dengan konsep-konsep tentang data serta pemrograman secara perlahan-lahan.
Taksonomi langkah demi langkah seperti "Terapkan → Sesuaikan → Kembangkan" ternyata sangat bermanfaat. Awalnya, siswa akan menerapkan kode atau templat yang telah tersedia, kemudian menyesuaikannya sesuai dengan apa yang dibutuhkan, hingga pada tahap akhir membuat projek pribadi mereka. Cara ini membantu meningkatkan rasa percaya diri secara perlahan sambil mengurangi tekanan mental berlebihan.
Untuk para pelajar tingkat sekolah dasar, ide tentang "data sebagai himpunan informasi" atau kerangka 5V (volume, velocity, variety, veracity, value) dapat diajarkan melalui aktivitas permainan dan pengamatan yang mudah. Sebagai contoh, mereka bisa mencatat macam-macam makanan apa saja yang didatangkan oleh teman sekelas selama satu minggu dan kemudian merancang diagram balok berdasarkan hasil penelitian tersebut.
Yang tak kalah penting pula adalah menyediakan ruang bagi kegagalan.
Saat para pelajar mengumpulkan data secara langsung dan menemui hambatan nyata seperti informasi yang "berantakan" akibat angin atau instrumen pengukur yang tak seragam, mereka menyadari bahwa ilmu data merupakan suatu proses yang selalu berubah dan diwarnai tantangan. Tempat dimana pendidikannya sungguhan terjadi, bukan pada mendapatkan jawaban tepat, melainkan dalam munculnya pertanyaan serta upaya memperbaiki kesalahan tersebut.
Mengembangkan Kepercayaan Diri dalam Mempelajari Ilmu serta Melahirkan Generasi yang Kritis
Di luar keahlian teknikal saja, bidang ilmu data juga menekankan pentingnya agensi, yaitu perasaan kepemilikan terhadap proses pembelajaran. Saat murid diberi kesempatan untuk memilih subjek, menyusun pertanyaan, serta melaksanakan investigasi secara mandiri, mereka tidak hanya mendapatkan pengetahuan, tetapi juga berperan sebagai para penelitinya.
Ideologi dari konsep agensi ini terdiri atas tiga bagian: agen materiel (peranti serta realitas fisik), agen personal (inisiatif dan keputusan siswa), dan agen kaidah (etika serta norma-norma dalam suatu disiplin ilmu). Keseimbangan harus diterapkan pada ketiga aspek tersebut.
Tentu saja, di lingkungan Indonesia, terdapat hambatan signifikan: tak seluruhnya sekolah menyediakan fasilitas teknologi yang cukup, masih banyak guru yang perlu persiapan lebih lanjut, serta kurikulum saat ini telah sangat padat. Meski demikian, hal tersebut bukan berarti kita tidak dapat mengajarkan ilmu data. Berbagai metode kreatif dapat diterapkan untuk mencapainya.
Kegiatan "tanpa layar" tanpa menggunakan komputer dapat mengenalkan ide tentang data melalui objek di dunia nyata. Menggabungkan ilmu data ke dalam kurikulum yang telah ada, contohnya adalah matematika atau IPS, bisa jadi jawaban atas masalah ini. Yang terpenting dari semuanya, kita perlu menjadikan investasi pada pelatihan serta pembimbingan bagi para guru sebagai prioritas utama.
Kita belum fokus pada pembentukan ahli data sejak usia muda. Sebalinya, kita tengah merancang fondasi untuk melahirkan warga yang kritis, dapat mengambil keputusan berdasarkan bukti, serta menyadari bahwa terdapat narasi tersendiri di balik setiap statistika.
Literasi data merupakan senjata krusial di zaman mendatang, tidak sekadar untuk memahami lingkungan sekitar, namun juga untuk merubahnya. Pemuda Indonesia yang terdidik dalam hal data tak hanya akan lebih siap menyongsong revolusi teknologi, tapi juga memiliki kekuatan lebih besar untuk turut serta mengarahkan nasib negara mereka.
Dan semuanya dapat bermula dari ruang-ruang belajar kecil di daerah terpencil, dengan bertanya secara sederhana: "Informasi apakah yang Anda inginkan untuk dicari hari ini?"
*Pengarang merupakan Dosen pada Fakultas Teknologi Informasi di Monash University Indonesia serta Direktur dari Action Lab, Indonesia
Posting Komentar untuk "Membuka Jalan untuk Mencetak Generasi Pintar Data"